Kota Pekalongan dikenal sebagai sentra industri batik nasional, namun aktivitas ini menimbulkan pencemaran lingkungan yang signifikan, terutama pada badan air. Limbah cair batik mengandung logam berat seperti Timbal (Pb) dan Kromium (Cr), serta senyawa penyebab eutrofikasi. Penanganan limbah ini kerap terkendala oleh mahalnya teknologi pengolahan limbah. Untuk itu, tim peneliti dari MAN Insan Cendekia Kota Pekalongan mengembangkan TIRTA, sebuah inovasi filter limbah menggunakan bioadsorben dari eceng gondok, tanaman air yang melimpah dan sering dianggap gulma di wilayah tersebut.

TIRTA memanfaatkan eceng gondok kering yang diproses menjadi biomassa halus dan kasar, kemudian digunakan dalam sistem filtrasi limbah sederhana. Uji laboratorium menunjukkan kemampuan filter ini dalam menurunkan kadar Pb dari 0,8370 mg/L menjadi 0,8045 mg/L. Selain itu, filter juga mampu menjernihkan warna air limbah secara signifikan. Meskipun kadar logam berat belum sepenuhnya sesuai standar baku mutu nasional, produk ini terbukti efektif sebagai solusi awal yang murah dan ramah lingkungan.

Dengan biaya produksi sekitar Rp 27.000 per unit dan biaya isi ulang hanya Rp 3.000-an, TIRTA dapat dibuat secara mandiri oleh masyarakat atau UKM tanpa membutuhkan fasilitas industri. Potensinya tidak hanya pada sektor lingkungan, tetapi juga pada pemberdayaan ekonomi lokal melalui pemanfaatan eceng gondok dan pengolahan limbah batik yang terdesentralisasi. Inovasi ini diharapkan menjadi alternatif filtrasi berkelanjutan, sekaligus memperkuat komitmen Kota Pekalongan menuju industri batik yang bersih dan berdaya saing.